Sangat diharapkan catatan kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya dalam mengembangkan pendidikan dan meningkatkan kapasitas staf institusi pendidikan. Sukses suatu institusi adalah sukses bersama, artinya semua capaian institusi sebenarnya adalah capaian kolektif. Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu tim selalu ada anggota yang bersifat sebagai motor untuk hal-hal tertentu, demikian juga anggota yang lain. Keanekaragaman talenta/bakat alam dari anggota suatu institusi sebenarnya adalah kekuatan sebuah institusi. Dalam hal ini maka berbagai bentuk penyeragaman yang dalam arti tertentu baik, namun dalam hal ini perlu dilihat secara kritis dan kontekstual. Salah satu fungsi utama seorang pimpinan adalah menggerakkan bawahan agar bisa mengeluarkan semua potensi yang dimiliki untuk tercapainya tujuan bersama (tujuan institusi). Karena setiap orang adalah unik, memiliki kemauan dan keinginan, maka menggerakan orang tidak sama dengan menggerakan mesin. Dalam hal ini harus ada kesadaran bahwa setiap orang mempunyai sifat dan perilaku yang berbeda. Dengan realita tersebut maka pimpinan perlu
memahami beberapa hal yang bisa berupa kiat atau seni dalam memimpin. Beberapa kiat sederhana dalam memberikan semangat pada karyawan atau staf dapat diringkas sebagai berikut:
- Pimpinan sebaiknya memahami sifat dan tingkah laku stafnya.
- Pimpinan sebaiknya membuat pekerjaan lebih menarik bagi seluruh staf.
- Pimpinan memahami bahwa teguran dan perintah sebagai alat komunikasi yang baik.
- Pimpinan sebaiknya membuat staf semakin dewasa.
- Pimpinan sebaiknya dapat bertindak sebagai konselor dan pelatih bagi stafnya.
- Pimpinan sebaiknya menghindari sikap yang dapat mematikan motivasi staf.
- Pimpinan sebaiknya bisa memberikan kritik yang membangun.
- Pimpinan sebaiknya memberikan kiat-kiat bagaimana staf dapat memotivasi diri.
- Pimpinan sebaiknya memberikan sikap dan perilaku teladan.
- Pimpinan sebaiknya juga berkenan melakukan melakukan hal-hal kecil yang membuat staf merasa bangga.
Butir-butir di atas dapat diuraikan dengan lebih rinci sesuai dengan jenis layanan, ukuran dan kekhasan masing-masing institusi, berikut sebagai ilustrasi diuraikan tentang butir 9 tentang sikap dan perilaku teladan. Banyak sekali sikap dan perilaku teladan namun secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pemimpin sebaiknya menunjukkan sikap disiplin yang tinggi
Pertama perlu diingat bahwa banyak kesuksesan dicapai karena disiplin yang tinggi. Namun demikian ini bukan harga mati, artinya tetap harus ada toleransi. Misal: bagaimana kalau mahasiswa datang terlambat karena ada kecelakaan di jalan dan dia melakukan pertolongan sehingga menyebabkan mahasiswa terlambat, apakah lalu mahasiswa tidak boleh masuk kelas? Jadi disiplin diperlukan namun dengan tidak meninggalkan kemanusiaan. Sekilas disiplin merupakan sesuatu yang enak dan mudah diucapkan namun tidak mudah diimplementasikan terlebih kalau kita belum terbiasa. Jadi disiplin lebih berkait dengan kebiasaan, seperti mandi pagi bagi yang terbiasa akan terasa badan segar namun bagi yang belum bisa jadi siksaan luar biasa untuk bangun lebih awal dari saat ayam jantanberkokok.
Bekerja tepat waktu adalah keindahan, semua itu sebaiknya dimulai dari pimpinan, staf yang baik akan cepat tanggap dan beradaptasi melihat sendiri kedisiplinan pimpinan. Akhirnya kedisiplinan akan berkembang menjadi kebiasaan dan budaya dalam suatu institusi.
2. Pemimpin sebaiknya tidak membiarkan dirinya sendiri melakukan penyimpangan
Pemimpin yang baik dan menghormati kepemimpinannya pasti akan mencegah dirinya sendiri untuk berbuat sesuatu yang dapat melunturkan kehormatannya. Pimpinan yang baik pasti akan bertangung jawab atas kepemimpinannya dengan tidak melakukan hal yang tidak pantas (sifatnya pasti normatif). Sebenarnyalah seseorang disebut pemimpin karena masih menjadi teladan, ketika sikap dan perbuatannya sudah tidak pantas dicontoh maka saat itu juga luntur atau hilanglah nilai-nilai kepemimpinannya. Mungkin saja ia masih memegang jabatannya namun pada hakikatnya ia bukan lagi pemimpin namun sekadar penguasa.
3. Pemimpin sebaiknya tidak mengajak staf melakukan atau berbuat yang tidak pantas
Benjamin Franklin pernah berkata “fool things I have done”. Beliau selalu mencatat kesalahan-kesalahan yang dilakukan setiap hari. Hal itu adalah pengakuan yang tulus bahwa manusia tak lepas dari kesalahan. Catatan itu adalah bahan untuk kajian manajemen hati untuk peningkatan kualitas dengan semangat continuous quality improvement. Pemimpin yang bijak pasti sering menghitung-hitung kesalahannya sendiri walau tak tampak di mata orang lain dan pemimpin tersebut pasti tidak punya waktu untuk menghitung kesalahan orang lain, tidak akan mengajak atau melakukan kesalahan secara bersama-sama dengan sengaja.
4. Pemimpin sebaiknya mempunyai etos kerja yang tinggi.
Staf yang melihat pemimpinnya mudah lungkrah tak semangat akan mudah terjangkiti semangat tersebut sehingga ikut ikutan mudah lungkrah, maka hal ini perlu menjadi perhatian para pemimpin. Pemimpin tidak pantas patah arang karena program kerjanya gagal di tengah jalan. Etos kerja dan semangatnya akan melebihi kegagalan tersebut. Pemimpin yang baik mempunyai semangat kerja tinggi, pantang menyerah, tidak mudah putus asa dan berani mengambil risiko. Pemimpin harus mampu bangkit dari kegagalan dan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Pemimpin yang baik tidak mau menyalahkan anak buahnya meskipun anak buahnya mempunyai andil dalam kegagalan tersebut, namun sebagai pemimpin ia harus dengan gagah berani mengoper atau mengambil alih kesalahan anak buah menjadi kesalahannya sendiri.
5. Pemimpin sebaiknya mempunyai loyalitas yang tinggi
Pemimpin dengan loyalitas tinggi bisanya bukan tipe kutu loncat yang pindah-pindah tempat untuk keuntungan diri, walaupun tak ada etika dan aturan yang melarang hal tersebut namun pemimpin yang baik tidak melakukannya karena memiliki kesadaran bahwa pimpinan adalah juga sebagai teladan bagi stafnya. Pemimpin yang baik tak mudah silau oleh aneka bujukan dan tawaran. Dalam hal menjaga loyalitas pemimpin dapat mangingat masa awalnya sendiri di mana dia dibesarkan dan kesadaran akan loyalitas dan ketulusan stafnya yang secara langsung juga ikut membesarkannya.
6. Pemimpin sebaiknya dapat mengendalikan emosinya
Pemimpin yang baik akan mampu membedakan antara kepemimpinan dan kekuasaan. Pada hakikatnya memimpin dan berkuasa adalah dua hal yang berbeda. Biasanya semakin tinggi jabatannya akan semakin besar pula kekuasaanya, di sini godaan bagi pemimpin juga akan semakin besar. Pejabat yang baik akan menggunakan jabatannya untuk memimpin, bukan untuk berkuasa. Pejabat yang pemimpin tidak mungkin menjalankan roda kepemimpinannya dengan tingkat emosi yang luar biasa. Staf juga akan merasa terpaksa menjadi anak buah pemimpin yang tidak mampu mengendalikan perilakunya. Plato memberikan ungkapan indah bahwa orang yang paling merugi adalah orang yang kalah dengan emosinya sendiri dan sejarah membuktikan telah banyak pemimpin hancur gara-gara emosinya sendiri.
Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pemimpin agar selalu mengendalikan emosi diri.
7. Pemimpin sebaiknya bersikap adil dan bijak
Adil dan bijaksana adalah dambaan banyak orang, serta bertindak bijaksana dalam seluruh aspek yang menyangkut tugas dan wewenangnya merupakan ciri-ciri pemimpin yang ideal. Pemimpin sebaiknya mampu menampilkan dirinya sebagai seorang yang selalu berpikir positif dengan bersikap rasional dan objektif karena hal ini sebagai prasyarat pendukung kebijaksanaan. Pemimpin yang bijaksana tidak akan bertindak gegabah dalam memutuskan sesuatu sebelum memahami pokok persoalannya.
Selanjutnya bersikap adil dan bijaksana dalam menilai prestasi staf juga merupakan komponen penting dalam kepemimpinan. Pemimpin yang baik akan menjunjung nilai-nilai profesionalitas, hal ini sangat berkait sewaktu pemimpin akan melakukan mutasi stafnya dalam rangka penyegaran ataun peningkatan mutu institusi. Semoga keadilan dan kebijaksanaan benar-benar membumi di setiap instansi serta organisasi sehingga dapat dinikmati bersama seluruh staf.
Semoga catatan kecil ini bermanfaat bagi siapa saja yang kebetulan mempunyai kesempatan mendengar atau membacanya. (GST)